OPINI

Catur Politik Perempuan

Nana Fitriana, SH,.M.Kn
Calon Legislatif Kota Tanjungpinang Dari Partai Nasdem

Perkembangan kegiatan politik era modern merupakan salah satu tantangan bagi setiap orang yang ingin terjun dalam dunia perpolitikan. Politik sering di artikan negatif oleh sebagian orang karena menganggap apapun yang dilakukan oleh orang politik itu hanya sekedar untuk mencari keuntungan baik keuntungan pribadi, kelompok dan pihak-pihak tertentu.

Anggapan demikian berdampak terkikisnya sebagian kepercayaan masyarakat terhadap elite-elit politik yang duduk di legislatif dan masyarakat cenderung apatis dalam menghadapi persoalan yang terjadi di Negara ini. Hal ini yang kemudian perlu pembaharuan kegiatan politik yang lebih positif dan masif yang perlu dilakukan elit-elit politik.

Selama ini kita lebih mainstream menyerahkan seluruhnya bahwa kegiatan politik itu hanya dilakukan oleh kaum laki-laki dan beberapa tokoh-tokoh kaum terpelajar, padahal-pandangan yang demikian sangatlah sempit jika diterapkan di era modern zaman now.

Dalam konteks hukum dan demokrasi tidak ada sedikitpun menyinggung terkait politik yang berdasarkan perbedaan gender. Artinya semua diperlakukan sama dihadapan hukum (equality before the law) dan berhak untuk memilih dan dipilih.

Dunia politik merupakan salah satu tantangan bagi perempuan–perempuan hebat di Kota Tanjungpinang untuk menunjukkan eksistensi dan peran yang besar dalam masyarakat. Apalagi Kota Negeri Segantang Lada ini baru saja mengadakan pesta demokrasi pemilihan wali kota dan wakil wali kota yang baru yang calon wakil satiap kandidat adalah perempuan-perempuan hebat daerah.

Hal ini dapat dijadikan rujukan eksistensi catur politik perempuan baru saja dimulai. Namun, kita harus sadar betul bahwa di beberapa kecamatan minimnya partisipan politik terhadap perempuan karena mindset pola pikir masyarakat yang berkembang masih memiliki keragu-raguan mendudukan perwakilan aspirasitifnya dari kaum perempuan terhadap pemilihan wakil rakyat dilegislatif.

Hal ini disebabkan kurangnya pendidikan politik terhadap kaum perempuan serta sedikitnya partisipan aktivis aktivis perempuan menjadikan mereka bingung untuk berpolitik dimulai dari mana.

Jika kita melihat di kota-kota besar seperti daerah jawa saja, mereka saling berebut untuk mengirim wakil-wakil perempuannya untuk duduk di legislatif sebagai penyambung suara dan pemikiran di dalam menjalankan roda pemerintahan. Artinya, seimbang antara perempuan dan laki laki saling berkerjasama untuk memajukan daerahnya.

Dengan demikian peran dan posisi perempuan menjadi hal yang sangat menentukan dalam pengambilan keputusan di bagian sektor-sektor publik. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk perbandingan antara perempuan dengan laki laki di Kota Tanjungpinang pada periode Maret 2017, laki – laki sebanyak 132.656 jiwa dan perempuan 127.873 jiwa dengan jumlah total sebanyak 260.519 jiwa.

Artinya, harus ada keterwakilan perempuan dalam konteks politik pemilihan legislatif 2019 yang akan datang sebagai representasi dari seluruh perempuan yang ada di Kota Tanjungpinang yang selama ini kurang diperjuangkan oleh kaum lelaki.

Secara hukum menurut Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwilan Rakyat Daerah pada Pasal 8 huruf E ‘menyertakan sekurang kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat’.

Kendati demikian, dalam praktiknya bahwa perempuan masih belum bisa beraktualisasi secara bebas untuk menentukan haknya, hal tersebut bisa terjadi dalam politik karena masih kuatnya pengaruh orang orang terdekat seperti suami, kelurga dan kerabat terdekat yang memiliki jabatan dan kedudukan yang penting baik di dalam legislatif, eksekutif dan tokoh-tokoh penting di dalam kepartaian.

Untuk itu perlu komitmen yang tinggi terhadap perempuan khususnya kota tanjungpinang untuk dapat menciptakan kondisi politik aspiratif dalam rangka memperjuangkan hak haknya masyarakat.(***)

Back to top button