Mahasiswi Penggugah Meme Prabowo Jokowi Berciuman Ditangkap

PROKEPRI.COM, BANDUNG – Seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi yang diduga penggugah meme Prabowo Subianto dan Joko Widodo berciuman ditangkap polisi.
Dikutip dari kompas.com, Sabtu (10/5/2025), pelaku berinisial SSS itu merupakan mahasiswi dari Intitut Teknologi Bandung (ITB). Ia telah diamankan Bareskrim Polri.
Informasi penangkapan itu diperoleh dari unggahan viral dari akun X @MurtadhaOne1.
“Breaking news! Dapat info mahasiswi SRD ITB barusan diangkut Bareskrim karena meme Wowo yang dia buat,,”tulis akun tersebut pada Rabu malam (7/5/2025).
Penangkapan mahasiswi ITB ini kemudian dibenarkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko, kepada wartawan di Jakarta pada Jumat (9/5/2025).
“Benar, seorang perempuan berinisial SSS telah ditangkap dan diproses,”ujar Trunoyudo
Menurut jenderal bintang satu ini, SSS dijerat dengan Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Adapun pasal yang dikenakan yaitu, pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 UU Nomor 11 Tahun 2008.
Istana Merespon
Mewakili Istana, Kepala Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Hasbi merespon kejadian tersebut.
Menurut dia, pelaku lebih baik dibina.
“Ya kalau ada pasal-pasalnya kita serahkan ke polisi, tapi kalau dari pemerintah, itu kalau anak muda ya mungkin ada semangat-semangat yang telanjur, ya mungkin lebih baik dibina, karena masih sangat muda, bisa dibina bukan dihukum gitu,” kata Hasan di Kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (10/5/2025).
Hasan menduga, mahasiswi itu kemungkinan terlalu bersemangat memberikan kkritikan kapada pemerintah.
“Mungkin nanti bisa diberi pemahaman dan pembinaan supaya jadi lebih baik lagi, tapi bukan dihukum gitu. Karena ya ini kan dalam kontek demokrasi mungkin ada yang memang terlalu bersemangat seperti itu,”sambung Hasan
Minta Dibebaskan
Sementara itu, Amnesty International Indonesia ikut angkat bicara dan meminta mahasiswi itu dibebaskan
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan, penangkapan mahasiswi tersebut sekali lagi menunjukkan bahwa polisi terus melakukan praktik-praktik otoriter dalam merepresi kebebasan berekspresi di ruang digital.
” Kali ini dengan menggunakan argumen kesusilaan. Ekspresi damai seberapapun ofensif, baik melalui seni, termasuk satir dan meme politik, bukanlah merupakan tindak pidana. Respons Polri ini jelas merupakan bentuk kriminalisasi kebebasan berekspresi di ruang digital,”tegas Hamid dikutip laman amnesty.id, Sabtu (10/5/2025).
Penangkapan ini juga bertentangan dengan semangat putusan terbaru MK yang menyatakan bahwa keributan di media sosial tidak tergolong tindak pidana.
“Pembangkangan Polri atas putusan MK tersebut mencerminkan sikap otoriter aparat yang menerapkan respons yang represif di ruang publik,”tekan Hamid.
Kebebasan berpendapat, lanjut dia, adalah hak yang dilindungi baik dalam hukum HAM internasional dan nasional, termasuk UUD 1945. Meskipun kebebasan ini dapat dibatasi untuk melindungi reputasi orang lain, standar HAM internasional menganjurkan agar hal tersebut tidak dilakukan melalui pemidanaan.
Lembaga negara sendiri termasuk Presiden bukanlah suatu entitas yang dilindungi reputasinya oleh hukum hak asasi manusia. Kriminalisasi di ruang ekspresi semacam ini justru akan menciptakan iklim ketakutan di masyarakat dan merupakan bentuk taktik kejam untuk membungkam kritik di ruang publik.
“Polri harus segera membebaskan mahasiswi tersebut karena penangkapannya bertentangan dengan semangat putusan MK. Negara tidak boleh anti-kritik, apalagi menggunakan hukum sebagai alat pembungkaman. Penyalahgunaan UU ITE ini merupakan taktik yang tidak manusiawi untuk membungkam kritik,”jelas Hamid.
“Kriminalisasi lewat UU ITE tidak hanya menghukum si korban tapi juga menimbulkan trauma psikologis keluarga mereka. Mereka dalam beberapa kasus harus terpisah dari keluarga ketika proses hukum berjalan akibat penahanan dan pemenjaraan. Ini merupakan taktik yang represif dan tidak adil,”sambung dia.(wan)
Editor: yn