KEPRITANJUNGPINANG

Enam Pejabat Natuna Diperiksa Kejati Sebagai Saksi Korupsi Tunjangan Perumahan Dewan

Kepala Kejati Kepri didampingi Wakilnya Asri Agung Putra SH MH, Aspidsus, Ferry Tass SH MH Msi, Asintel, Martono SH MH serta sejumlah penyidiknya menggelar konfrensi pers penetapan lima tersangka dugaan korupsi tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Natuna peride 2011-2015, Senin (31/7). Foto Prokepri.com.

PROKEPRI.COM, TANJUNGPINANG – Enam orang pejabat dilingkungan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Natuna kembali diperiksa tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri sebagai saksi dugaan korupsi tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Natuna tahun 2011-2015 senilai Rp7,7 miliar, Senin (7/8)

Dalam kasus ini, Kejati Kepri telah menetapkan sebanyak lima tersangka dan dua diantaranya, mantan Bupati Kabupaten Natuna, Raja Amirullah dan Ilyas Sabli. Kemudian Hadi Chandra, mantan Ketua DPRD Natuna periode 2009-2014, Syamsurizon, Sekda Kabupaten Natuna periode 2011-2016 yang juga Ketua tim TAPD serta Makmur, Sekretaris Dewan (Sekwan) Natuna periode 2009-2012.

Informasi diperoleh, sedikitnya ada 6 orang pejabat dilingkungkan Pemkab Natuna yang diperiksa kali ini, termasuk Sekretaris DPRD (Sekwan) Natuna saat ini, yakni Marzuki.

Kemudian Harmidi, mantan Bendahara pada DPRD Natuna tahun 2013-2014, Erni Ernawati, mantan Kasubag Keuangan pada DPRD Natuna, termasuk Ishak, Bendahara DPRD Natuna saat ini. Yessi Tri wahyuni, Bendahara DPRD Natuna periode 2011-2012, serta Heru Chandra, Kepala Sub Bagian Perencanaan Verifikasi dan Evaluasi pada Sekretariat DPRD Natuna.

Sejumlah pejabat Natuna tersebut diketahui mulai datang ke Kantor Kejati Kepri di Senggarang Tanjungpinang sejak pukul 09.00 WIB. Setelah melapor, mereka kemudian langsung masuk keruang penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejati Kepri dengan menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan.

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Kepri, Ferry Tass SH MH Msi membenarkan adanya pemeriksaan sejumlah pejabat dilingkungan Pemkab Natuna tersebut untuk diambil keterangannya sebagai saksi dugaan korupsi tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Natuna tahun 2011-2015 tersebut.

“Sedianya ada tujuh orang yang kita panggil hari ini untuk diambil keterangan mereka sebagai saksi. Namun yang datang baru ada enam orang, dan satu lagi berhalangan hadir dengan alasan tertentu,” kata Ferry Tass.

Disamping sejumlah saksi tersebut, lanjut Aspidsus Kejati Kepri ini, pihanya juga telah melakukan pemanggilan sejumlah saksi lain untuk datang besok (hari ini-red) untuk diambil keterangan guna melengkapi berkas tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perkara ini.

“Masih banyak saksi lain dari pejabat Natuna yang berkaitan dalam perkara ini yang masih kita periksa kembali untuk melengkapi berkas dari para tersangka yang telah kita tetapkan sebelumnya tersebut,” ucap Ferry Tass.

Selain para saksi, kata Ferry Tass, pihaknya juga nanti akan memanggil masing-masing tersangka untuk diperiksa sebagai saksi bagi tersangka lain dalam perkara yang sama (saksi Mahkota-Red).

“Jadi masing-masing tersangka tersebut nanti akan kita panggil sebagai saksi dalam perkara yang sama untuk tersangka yang lainnya,” kata Ferry Tass.

Sebelumnya Kepala Kejati (Kajati) Kepri,Yunan Harjaka SH MH menjelaskan dugaan korupsi itu berawal ketika Pemkab Natuna pada periode 2011- 2015 memberikan tunjangan perumahan kepada pimpinan dan anggota dewan menggunakan Anggaraan Pendapatan dan Belanja Daerah (ABPD). Besaran tunjangan pun berbeda.

Untuk Ketua DPRD tunjangan diberikan sebesar Rp14 juta/bulan. Kemudian Wakil Ketua DPRD Rp13 juta/bulan dan anggota dewan lainnya Rp12 juta/bulan. Tunjangan tersebut diberikan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Natuna Nomor 12 tertanggal 4 Januari 2011 yang ditandatangani Raja Amirullah periode 2010 sampai 2011).

Kemudian SK Bupati Natuna Nomor 91 tanggal 5 Maret 2012, termasuk SK Bupati Natuna Nomor 16 tanggal 7 Januari tahun 2013, SK Nomor 120 tanggal 8 Maret 2014, SK Bupati Natuna Nomor 159 tanggal 10 Maret 2015 yang ditandatangani Ilyas Sabli periode 2012-2015.

Besaran nilai tunjangan itu kata Yunan diusulkan oleh Makmur, Sekretaris Dewan (Sekwan) Natuna periode 2009-2014. Usulan itu atas desakan Hadi Chandra, Ketua DPRD Natuna saat itu yang disetujui Raja Amrullah dan Ilyas Sabli.

Dalam menentukan besaran nilai tunjangan itu lanjut Yunan, tanpa menggunakan mekanisme dan tidak memperhatikan harga pasar di wilayah tersebut. Hal ini sehingga diduga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp7,7 miliar (Hasil Hitungan BPKP Kepri).

“Tersangka HC (Hadi Chandra) selaku Ketua DPRD Natuna saat itu dengan kewenangannya mendesak dan mengarahkan MM (Makmur) selaku Sekwan dan saudari EE selaku Kasubag Keuangan untuk membuat draf SK tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Natuna, walaupun tidak sesuai dengan mekanisme yang ada,” ungkap Yunan.

Sehingga lanjutnya, Bupati Natuna Raja Amirullah saat itu menandatangani SK tunjangan perumahan tersebut.

Kemudian saat Bupati Natuna dijabat Ilyas Sabli, Hadi Chandra pun kembali mendesak bupati untuk menandatangani SK terkait tunjangan perumahan untuk pimpinan dan anggota DPRD Natuna sesuai draf SK yang dibuat oleh Makmur dengan besaran mengikuti tahun sebelumnya. Penyusunan draf SK oleh Makmur dan ditandatangani bupati itu juga dengan nilai besaran ditentukan sendiri, tanpa mekanisme yang ada.

Kemudian SY (Syamsurizon) selaku Sekda Kabupaten Natuna periode 2011 sampai 2016, selaku Ketua Tim TAPD, tidak pernah melakukan pembahasan dan penilaian (survey) terhadap kewajiban harga setempat, terkait tunjangan perumahan tersebut.

” Tanpa melalui mekanisme dan aturan yang berlaku, Syamsurizon melakukan paraf terhadap SK yang diterbitkan oleh Bupati Natuna tersebut,” ujar Yunan.

Kata Yunan, peranan kedua mantan bupati Natuna yang menerbikan SK tentang tunjangan perumahan itu, meski pun mereka tahu bahwa tunjangan itu tidak sesuai dengan mekanisme dan aturan yang berlaku, keduanya tetap saja menandatanganinya.

Perbuatan para tersangka merugikan keuangan negara dan dijerat dengan pidana pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penulis : AL

Editor : YAN

Tinggalkan Balasan

Back to top button