NASIONAL

ICW Sebut Hibah Pemda Ke Organisasi Kerap Jadi Modus Korupsi

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana.(Foto CNN)

PROKEPRI.COM,JAKARTA – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan pemberian dana hibah pemerintah menjadi salah satu modus yang banyak dilakukan oleh pelaku tindak pidana korupsi (Tipikor).

Hal ini Kurnia sampaikan dalam sesi diskusi “Akidi Tio, Hoaks, dan Potensi korupsi pada Pemberian dan Pengelolaan Hibah” yang digelar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera secara virtual.

Menurut Kurnia, tindak korupsi dana hibah tersebut kerap dilakukan dengan cara pencucian uang. Banyak kepala daerah menyalurkan dana hibah terhadap organisasi yang diisi oleh kolega atau kerabat pejabat tersebut.

“Seolah-olah memang benar pemberian dana hibah, padahal ketika yang bersangkutan selesai menjabat uang itu bisa ia peroleh kembali,” kata Kurnia, Selasa (10/8).

Pihaknya menemukan tren lonjakan anggaran hibah pemerintah daerah pada tahun-tahun menjelang pemilu. Hal ini terjadi pada banyak kasus korupsi yang ditangani KPK, Kejaksaan, maupun kepolisian.

Selain itu, saat ditelisik, organisasi penerima dana hibah ternyata merupakan anggota tim sukses kepala daerah tersebut.

“Profil organisasi-organisasi yang menerima dana hibah itu merupakan balas jasa dari para pejabat publik kepada anggota relawan atau timses yang bersangkutan,” tuturnya.

Kurnia mencontohkan kasus korupsi mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. Dalam putusan persidangan dijelaskan dengan detail bahwa Gatot mengintervensi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk meloloskan sejumlah organisasi penerima dana hibah.

Tanpa evaluasi yang jelas, SKPD tersebut lantas meloloskan sejumlah organisasi penerima dana hibah.

“Setidaknya ada 17 lembaga penerima hibah dan ditemukan adanya penyelewengan anggaran sebesar Rp1,1 miliar,” jelas Kurnia.

Menurut Kurnia, tindakan semacam ini lazim dilakukan kepala daerah untuk membayar pendukung mereka melalui skema dana hibah tersebut.

“Atau mungkin biaya politik yang sudah ia keluarkan dengan men-setting beberapa organisasi atau lembaga di daerah tersebut,” kata Kurnia.

Contoh kasus lain, sambung dia, adalah tindak korupsi mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

Dalam penyelidikan ICW dan tim koalisi yang mengadvokasi kasus ini, ditemukan anggaran dana hibah Pemprov Banten yang melonjak ratusan persen. Pada 2009, anggaran dana hibah Pemprov Banten hanya Rp14 Miliar. Kemudian, pada 2010 menjadi Rp239 miliar dan Rp340 miliar pada 2011.

“Dibagikan kepada 221 organisasi,” kata Kurnia.

Saat ditelisik, ICW dan lembaga lainnya menemukan beberapa hal mengejutkan seperti, lembaga penerima fiktif, alamat organisasi yang sama, aliran dana ke organisasi yang dipimpin keluarga gubernur, hingga dana hibah yang diterima tidak utuh.

Terkait aliran dana ke organisasi kolega gubernur, ICW menemukan banyak organisasi dipimpin oleh anggota keluarga seperti, anak, suami, menantu, saudara, dan ipar.

“Kami bahkan sempat menyebutkan Dewan Kerajinan Nasional Daerah menerima hibah Rp750 juta, ternyata dewan itu dipimpin langsung oleh suami Atut Chosiyah yang juga jadi anggota DPRD di Banten,” tutur Kurnia.(Cnn)

Editor: Muhammad Faiz

Back to top button