Indonesia di Antara Perang Dagang Dunia
Oleh: Robby Patria, Anggota Dewan Pakar ICMI/Dosen UMRAH Tanjungpinang
PROKEPRI.COM, OPINI – Ketika AS bersin, ekonomi global akan masuk angin. Ini bukan AS yang bersin. Ini adalah AS yang memotong lengannya sendiri. Biaya ekonomi yang ditimbulkan sendiri secara alami melemahkan dolar. Bagaimana posisi Indonesia di antara perang dagang dua raksasa perekonomian dunia China dan Amerika Serikat?.
Vietnam membebaskan tarif nol persen untuk produk AS. China membalas dengan memasang tarif 145 persen lebih ketika AS menetapkan tarif hingga 245 persen. Mendapat perlawanan serius dari China, Presiden Amerika Donald Trump malah menyatakan tidak akan merespon leboh lanjut soal perang tarif tersebut.
Nah, sekarang Indonesia belum bersikap jelas selain dari memindahkan arah perdagangan ke Eropa dan Asia. Trump malah menaikan tarif Indonesia dari 32 ke 47 persen. Efek terburuk dari kebijakam Trump pasar pasar ekspor produk Indonesia ke AS seperti kepiting, tekstil, udang, dan lain lain akan menurun karena biaya produk Indonesia tak lagi kompetitif.
Permintaan pasar turun. Produksi akan berkurang. Ujung ujungnya PHK akan terjadi dengan penyesuaian produksi. Beban utang negara akan bertambah seiring melemahnya mata uang rupiah dan mata uang negara berkembang lainnya terhadap dollar US. Pertumbuhan ekonomi negara berkembang seperti Indonesia dipastikan menurun.
Kantor berita Reuters memperkirakan negara-negara ekonomi berkembang di seluruh dunia bersiap menghadapi kemerosotan mata uang dan kemungkinan memburuknya kredit kedaulatan mereka setelah tarif Presiden AS Donald Trump menaikkan pungutan atas impor AS ke tingkat tertinggi dalam 100 tahun.
Serangan tarif yang lebih buruk dari perkiraan ini menghantam Asia dan beberapa negara termiskin di dunia dengan sangat keras. Lagi lagi beban ekonomi ke depan tambah berat. Tambah beban utang sampai 2029 yang musti dibayar Indonesia.
Rezim utang nampaknya melanda negara negara maju dan negara berkembang dalam menghadapi pandemi Covid 19 beberapa tahun lalu. Saat ini negara harus menanggung beban utang harus dibayar karena masuk jatuh tempo. Indonesia salah satu negara yang wajib membayar utang jatuh tempo di tahun 2025 sebesar Rp700 triliun ditambah bunga dengan total Rp1,350 triliun. Total utang Indonesia menembus angka lebih Rp8ribu triliun lebih. Bukan angka yang kecil.
Dampaknya Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden No1 Tahun 2025 tentang melakukan efisiensi kepada Kementerian Lembaga hingga ke pemerintah daerah. Kementerian Keuangan menerbitkan surat No 900.1 memangkas dana transfer pusat ke daerah. Di mana dalam surat tersebut Pemda seluruh Indonesia diminta untuk melakukan penghematan.
Ada tujuh program yang harus didukung kepala daerah terutama program terkait Asta Cita Prabowo seperti pengentasan stunting, makan bergizi gratis, mendorong pertumbuhan ekonomi hingga pengendalian inflasi. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus melakukan perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Bulan Juni atau Juli 2025.
Produk hilirisasi yang digaungkan Prabowo juga tergantung pasar Amerika dan China sebagai konsumen terbesar. Jika kedua negara itu mengurangi konsumsi akibat tarif masuk besar ke AS, tentu akan berdampak kepada produksi.
Nah, dalam kasus perekonomian Cina menarik untuk dipelajari. Negeri itu memperkuat konsumsi domestik disebabkan jumlah penduduk mereka yang melebihi 1 miliar orang. Sementara di Indonesia sekarang konsumsi domestik kita terasa nyungsep akibat program efisiensi Prabowo.
Terlihat indikator makro. Misalnya jumlah pemudik tahun ini berkurang jauh dibandingkan tahun 2024.Jumlah pemudik disebut turun 24,34% dari 193,6 juta orang tahun lalu menjadi 146,48 juta orang pada Lebaran tahun ini, menurut hasil survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan bersama sejumlah akademisi.
Pusat pusat perbelanjaan mulai gulung tikar karena sepi pembeli. Investor asing menarik modal keluar dari Indonesia beberapa hari lalu terburuk sejak pandemi Covid 19 menandakan ketidaknyamanannya investasi di Indonesia. Ditambah dengan tarif dagang yang diumumkan Donald Trump.
Analis Steven Greenhouse mengatakan Donald Trump disebut “Tariff Man” yang bertindak seperti anak pengganggu berusia 12 tahun yang paranoid yang yakin bahwa semua orang telah berbuat salah padanya, dan dia ingin membalas dendam. Namun, instrumen balas dendam presiden tarif besar akan menimbulkan kerusakan serius pada ekonomi AS dan global. Investor pasar saham yakin bahwa itulah yang terjadi, dengan Wall Street dan pasar saham dunia kehilangan nilai triliunan dolar dalam beberapa hari terakhir sebagai akibat dari obsesi Trump.
Ekonom handal Amerika Serikat Paul Krugman mengkritik keras Trump. Paul Krugman mengatakan bahwa tarif Trump mencerminkan “keinginan seorang raja gila “, seraya menambahkan bahwa alasan pemerintah untuk mengenakan tarif “sama sekali tidak masuk akal.
Menanti Strategi Prabowo
Tarif yang diumumkan sangat mengejutkan 50% untuk Lesotho yang kecil, 49% untuk Kamboja, 46% untuk Vietnam, 34% untuk Tiongkok, 32% kini jadi 200 persen untuk Taiwan, 24% untuk Jepang dan 20% untuk negara-negara Uni Eropa. 47 persen untuk tarif produk Indonesia. Persentase ini diperoleh bukan melalui analisis yang cermat dan mendalam yang memakan waktu berbulan-bulan, tetapi melalui perhitungan yang asal-asalan dan asal-asalan.
Banyak yang menganalisis kebijakan Trump bukanlah pisau bedah yang dirancang untuk membantu industri-industri tertentu, melainkan kekacauan yang menghancurkan, yang menghantam semua orang dan semua hal, termasuk konsumen dan industri-industri AS. Dan kita di Indonesia pun terkena dampak serius yang harus dipikirkan serius oleh Prabowo dan para pembantunya. Guncangan ekonomi yang parah bagi banyak negara miskin dan negara berkembang termasuk Indonesia.
Presiden Prabowo harus cepat merespon sikap Amerika terhadap Indonesia dengan penetapan tarif 47 persen lebih. Prabowo harus memanfaatkan kedekatannya dengan Trump seperti ketika dia mengucapkan selamat ketika Trump dilantik menjadi presiden.
Singapura mendapatkan tarif yang ringan hanya 10 persen dibandingkan Indonesia di angka 30 persen. Jika Singapura bisa membuat Trump meringankan tarif, inilah saatnya Prabowo dapat melobi Trump untuk minta keringanan tarif sehingga ekonomi Indonesia tak terpukul babak belur di drama perang dagang dunia yang mengerikan saat ini. ***