Jika TPP ASN Dikurangi Apakah Roda Ekonomi Tanjungpinang Akan Semakin Melemah?
Oleh: Robby Patria, SE, MPD MCE , Pengamat sekaligus Dosen UMRAH Tanjungpinang
PROKEPRI.COM, OPINI – Sudah lama juga kenal wali kota Tanjungpinang ini. Apalagi kami sekampung nan jauh di sana di Kecamatan Tambelan.
Dulu saat jadi wartawan tahun 2004, Lis Darmansyah (LD) baru menjadi anggota DPRD. Kini Ia menjadi walikota periode kedua.
Langkah politiknya hari ini menentukan apakah akan menjadi gubernur, wakil gubernur, atau DPR RI. Atau stagnan.
Cuma, ketika sebagai pemimpin, tentu harus ada yang mengingatkan ketika anak buahnya tak berani memberikan masukan.
Soal rencana Pemko Tanjungpinang meminjam ke bank lokal daerah untuk membayar tambahan penghasilan pegawai (TPP), ini ide yang kurang baik.
Karena TPP itu bonus bagi daerah yang mampu membayar. Jika daerah tak mampu membayar karena program efesiensi, jangan pula dipaksakan bayar TPP dengan memimjam. Kata pepatah, besar pasak daeri tiang.
Banyak kok daerah lain di Indonesia harus meniadakan dan memotong jumlah TPP ASN demi menyelamatkan keuangan daerah guna memperhatikan layanan pembangunan untuk kemaslahatan rakyat lebih besar.
Karena, jika tetap berutang, akibatnya mengurangi jatah alokasi pembangunan kepada 235 ribu penduduk Tanjungpinang lainnya.
Padahal ASN Pemko Tanjungpinang hanya 5 ribuan. Jika dibayar APBD Perubahan, tetap saja namanya belanja bayar utang.
Sebagai walikota, kebijakan yang diambil harus melihat data dorong yang menggerakkan sektor ekonomi.
Ketika pengangguran tinggi di kota ini, maka yang digerakkan didorong adalah penciptaan lapangan pekerjaan di tengah masyarakat.
Sehingga dengan mereka bekerja, maka mereka punya income lalu mereka akan belanja untuk konsumsi harian.
Data BPS menyebut Tanjungpinang digerakkan sektor industri olahan, perdagangan, reparasi mobil, motor, kontruksi, jasa keuangan, kesehatan, telekomunikasi, sisanya baru kuliner.
Faktor konsumsi pemerintah itu bukan hanya belanja harian 5.000 ASN diberikan TPP. Tapi belanja APBD berupa program pembangunan yang menyentuh hajat hidup orang banyak. Ini kata Sri Mulyani sebagai konsumsi pemerintah.
Belanja bantuan sosial untuk rakyat miskin, bantuan modal untuk UMKM, hibah-hibah dan tentu saja proyek proyek pengadaan dan jasa, serta pembangunan parit, rehabilitasi sekolah, kantor dan lain lain (dll).
Contoh mudah misalnya proyek menjahit baju batik untuk seragam sekolah gratis untuk siswa SMP SD Tanjungpinang, maka jika dikelola dengan baik berapa banyak warga yang sebelumnya tak kerja mereka bisa terlihat di dalam proyek itu.
Tentu ini contoh program yang memberikan dampak kepada pergerakan ekonomi warga. Jika TPP ASN dikurangi apakah roda ekonomi Tanjungpinang akan semakin melemah? Saya kira tidak. Yang akan tambah melemah jika program pembangunan tidak digerakkan ke masyarakat.
Karena sebagian APBD kota ini habis untuk bayar gaji ASN, TPP ASN, perjalanan dinas ASN, biaya rapat ASN, honorium kegiatan ASN.
Saya kaget, betapa besarnya biaya langsung ASN Tanjungpinang dari APBD menembus angka 51 persen seperti yang dijelaskan Walikota saat dialog di Ulasan TV.
Padahal belanja pegawai maksimal 30 persen dari APBD. 70 persen baru untuk 235 ribu rakyat Tanjungpinang non ASN.
Jangan memikirkan yang 5.000 an ASN lalu jatah pembangunan jadi terhenti. Utang-utang pihak ketika kepada kontraktor harus dilunasi. Karena banyak karyawan dari kontraktor menanti upah mereka.
Jika beban biaya pemerintahan sudah selesai dibayar, baru bonus kepada karyawan diberikan berupa TPP. Itupun harus sesuai kemampuan daerah.
Dulu ketika jadi wartawan, kantor kami pernah memberikan bonus sampai 5 bulan gaji. Tapi ada juga kondisi, gaji pokok pun harus dicicil. Karena situasi sudah berubah.
Jika hanya sanggup memberikan 10 ribu, jangan pula memaksa biar disenangi ASN bonus menjadi 100 ribu.
Sementara sektor sektor bidang penghasil dari pajak tak maksimal dicari. Semua tahu pemerintah pusat sedang melakukan penghematan maksimal.
Jika dana tranfer pusat ke daerah sudah normal, ya silakan saja TPP ASN Tanjungpinang diberikan besar bahkan bisa naik dari sebelum efesiensi.
Bayangkan di Anambas, TPP ASN tak dibayar lima bulan. Karena daerahnya secara fiskal tak mandiri tapi memaksa bayar TPP. Akibatnya utang TPP, dan defisit besar. APBD bolong.***